Umar bin Khattab adalah salah seorang sahabat terdekat nabi yang menjadi
khalifah ke dua (khulafaur rosyidin) setelah Abu Bakar Ashidiq pada tahun
634-644. Umar bin Khattab memiliki nama lengkap Umar bin Khattab bin Nafiel bin
abdul Uzza, dari Bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy. Ayahnya bernama
Khaththab bin Nufail Al Shimh Al Quraisyi dan ibunya Hantamah binti Hasyim.
Umar bin Khattab lahir di Mekkah pada tahun 581 dan wafat pada November 644.
Umar bin Khattab sosok yang disiplin,
tegas, adil, bijaksana, sederhana dan sangat mencintai umat. Inilah sosok salah
satu pemimpin terbaik yang dimiliki oleh umat Islam setelah Nabi Muhammad SAW.
Umar memiliki julukan yang diberikan oleh Muhammad yaitu Al-Faruq yang berarti
orang yang bisa memisahkan antara yang haq dan bathil. Keluarga Umar tergolong
keluarga kelas menengah, ia bisa membaca dan menulis yang pada masa itu
merupakan sesuatu yang jarang. Umar juga dikenal karena fisiknya yang kuat
dimana ia menjadi juara gulat di Mekkah. Umar sebagai Khalifah tidak sekadar
kepala negara dan kepala pemerintahan, lebih-lebih dia sebagai pemimpin umat.
Ia sangat dekat dengan rakyatnya, ia menempatkan diri sebagai salah seorang
dari mereka.
Tradisi Jahiliyah
Sebelum Islam, sebagaimana tradisi
kaum jahiliyah mekkah saat itu, Umar bin Khattab mengubur putrinya hidup-hidup.
Sebagaimana yang ia katakan sendiri, "Aku menangis ketika menggali kubur
untuk putriku. Dia maju dan kemudian menyisir janggutku". Mabuk-mabukan
juga merupakan hal yang umum dikalangan kaum Quraish. Beberapa catatan
mengatakan bahwa pada masa pra-Islam, Umar suka meminum anggur.Setelah menjadi
muslim, ia tidak menyentuh alkohol sama sekali. Tetapi, setelah masuk Islam,
belum diturunkan larangan meminum khamar (yang memabukkan) secara tegas.
Sehingga ada kisah, Pada malam hari, Umar bermabuk-mabukkan sampai Subuh.
Ketika waktu Subuh tiba, beliau pergi ke masjid dan ditunjuk sebagai imam.
Ketika membaca surat Al-Kafirun, karena ayat 3 dan 5 bunyinya sama, setelah
membaca ayat ke 5, beliau ulang lagi ke ayat 4 terus menerus. Akhirnya, Allah
menurunkan larangan bermabuk-mabukkan yang tegas.
Memeluk Islam
Ketika ajakan memeluk Islam
dideklarasikan oleh Nabi Muhammad SAW, Umar mengambil posisi untuk membela
agama tradisional kaum Quraish (menyembah berhala). Pada saat itu Umar adalah
salah seorang yang sangat keras dalam melawan pesan Islam dan sering melakukan
penyiksaan terhadap pemeluknya. Dikatakan bahwa pada suatu saat, Umar
berketetapan untuk membunuh Muhammad SAW. Saat mencarinya, ia berpapasan dengan
seorang muslim (Nu'aim bin Abdullah) yang kemudian memberi tahu bahwa saudara
perempuannya juga telah memeluk Islam. Umar terkejut atas pemberitahuan itu dan
pulang ke rumahnya.
Di rumah Umar menjumpai bahwa
saudaranya sedang membaca ayat-ayat Al Qur'an (surat Thoha), ia menjadi marah
akan hal tersebut dan memukul saudaranya. Ketika melihat saudaranya berdarah
oleh pukulannya ia menjadi iba, dan kemudian meminta agar bacaan tersebut dapat
ia lihat. Ia kemudian menjadi sangat terguncang oleh isi Al Qur'an tersebut dan
kemudian langsung memeluk Islam pada hari itu juga.
Masuk Islamnya beliau menjadi
kekuatan bagi kaum muslimin lagi kemenangan yang nyata. Segera setelah itu
mereka mengikrarkan keislaman setelah sekian lama dipendam. Beliaulah ikon
pemisah antara kebenaran dan kebatilan hingga dikisahkan Rasulullah Shallallahu
alaihi wasallam menjulukinya pada hari tersebut dengan ” Al Faruq” ( Sang
Pembeda). Umar bin Khattab sangat kuat memegang agama, keras dalam hal
kebenaran, tidak peduli celaan demi perintah Allah, cerdas pikirannya, tajam
akalnya dan terang mata hatinya. Allah menjadikan kebenaran ada lisan dan
hatinya. Umar Bin Khattab menjabat Khalifah setelah Ash Shiddiq. Masa
pemerintahannya menjadi kunci pembuka kemenangan Islam dan penyangga perjuangan
ditandai dengan jatuhnya singgasana Kisra ( Raja Persi) dan Qaisar (Raja
Romawi), Raja dua negeri besar pada saat itu.
Kehidupan di Madinah
Umar bin Khattab adalah salah
seorang yang ikut pada peristiwa hijrah ke Yatsrib (Madinah) pada tahun 622
Masehi. Ia ikut terlibat pada perang Badar, Uhud, Khaybar serta penyerangan ke
Syria. Ia adalah salah seorang sahabat dekat Nabi Muhammad SAW. Pada tahun 625,
putrinya (Hafsah) menikah dengan Nabi Muhammad.
Kematian Muhammad SAW
Setelah sakit dalam beberapa minggu,
Nabi Muhammad SAW wafat pada hari senin tanggal 8 Juni 632 (12 Rabiul Awal, 10
Hijriah), di Madinah.Persiapan pemakamannya dihambat oleh Umar yang melarang
siapapun memandikan atau menyiapkan jasadnya untuk pemakaman. Ia berkeras bahwa
Nabi tidaklah wafat melainkan sedang tidak berada dalam tubuh kasarnya, dan
akan kembali sewaktu-waktu. (Hayatu Muhammad, M Husain Haikal). Abu Bakar yang
kebetulan sedang berada di luar Madinah, demi mendengar kabar itu lantas
bergegas kembali. Ia menjumpai Umar sedang menahan muslim yang lain dan lantas
mengatakan:
"Saudara-saudara! Barangsiapa
mau menyembah Muhammad, Muhammad sudah mati. Tetapi barangsiapa mau menyembah
Allah, Allah hidup selalu tak pernah mati."
Abu Bakar kemudian membacakan ayat
dari Al Qur'an :
"Muhammad itu tidak lain
hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul.
Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)?
Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan
mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada
orang-orang yang bersyukur." (surat Ali 'Imran ayat 144)
Umar lantas menyerah dan membiarkan
persiapan penguburan dilaksanakan.
Masa kekhalifahan Abu Bakar
Pada masa Abu Bakar menjabat sebagai
khalifah, Umar merupakan salah satu penasehat kepalanya. Kemudian setelah
meninggalnya Abu Bakar pada tahun 634, Umar ditunjuk menggantikannya.
Pengangkatannya Sebagai Khalifah
Ketika Abu Bakar ash-Shiddiq
radhiallohu anhu merasakan telah dekat ajalnya, maka beliau berfikir mencari
penggantinya untuk memimpin kaum Muslimin. Sehingga beliau memutuskan untuk
mengangkat ‘Umar, lalu beliau memanggil ‘Utsman bin ‘Affan, lalu berkata:
“Tulislah!” maka ‘Utsman me-nulisnya:
"Bismillahirrohmaanirrohiim"
Ini adalah pernyataan Abu Bakar,
Muhammad shalallohu alaihi wa sallam di saat akhir hidupnya di dunia, dan mulai
memasuki gerbang akhirat, di mana orang kafir beriman, orang yang zalim yakin,
dan pendusta akan jujur, aku mengangkat setelahku untuk memimpin kalian ‘Umar
bin al-Khath-thab. Dengarkan dan taatilah ia. Sesungguhnya aku menginginkan
kebaikan untuk Alloh, Rosul-Nya, agama-Nya, diriku dan kalian. Jika ia berbuat
adil, maka itulah dugaan dan ijtihadku tentangnya. Dan jika ia berubah, maka
aku tidak mengetahui perkara ghoib, setiap orang akan menda-patkan apa yang
diusahakannya. Dan orang-orang zalim akan mengetahui tempat kembali mereka.”
Kemudian beliau memerintahkan
berbai’at, dan dibacakan kepada kaum Muslimin. Mereka berkata: ‘Kami dengar dan
kami taati.’
Masa Pemerintahan Ummar bin Khattab
Selama pemerintahan Umar bin
Khattab, kekuasaan Islam tumbuh dengan sangat pesat. Islam mengambil alih
Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia (yang
mengakhiri masa kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina,
Syria, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium). Sejarah
mencatat banyak pertempuran besar yang menjadi awal penaklukan ini. Pada
pertempuran Yarmuk, yang terjadi di dekat Damaskus pada tahun 636, 20 ribu
pasukan Islam mengalahkan pasukan Romawi yang mencapai 70 ribu dan mengakhiri
kekuasaan Romawi di Asia Kecil bagian selatan. Pasukan Islam lainnya dalam
jumlah kecil mendapatkan kemenangan atas pasukan Persia dalam jumlah yang lebih
besar pada pertempuran Qadisiyyah (th 636), di dekat sungai Eufrat. Pada
pertempuran itu, jenderal pasukan Islam yakni Sa`ad bin Abi Waqqas mengalahkan
pasukan Sassanid dan berhasil membunuh jenderal Persia yang terkenal, Rustam
Farrukhzad.
Pada tahun 637, setelah pengepungan
yang lama terhadap Yerusalem, pasukan Islam akhirnya mengambil alih kota
tersebut. Umar diberikan kunci untuk memasuki kota oleh pendeta Sophronius dan
diundang untuk salat di dalam gereja (Church of the Holy Sepulchre). Umar
memilih untuk salat ditempat lain agar tidak membahayakan gereja tersebut. 55
tahun kemudian, Masjid Umar didirikan ditempat ia salat.
Umar bin Khattab melakukan banyak
reformasi secara administratif dan mengontrol dari dekat kebijakan publik,
termasuk membangun sistem administratif untuk daerah yang baru ditaklukkan. Ia
juga memerintahkan diselenggarakannya sensus di seluruh wilayah kekuasaan
Islam. Tahun 638, ia memerintahkan untuk memperluas dan merenovasi Masjidil
Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Medinah. Ia juga memulai proses kodifikasi
hukum Islam.
Umar bin Khattab dikenal dari gaya
hidupnya yang sederhana, alih-alih mengadopsi gaya hidup dan penampilan para
penguasa di zaman itu, ia tetap hidup sangat sederhana. Pada sekitar tahun ke
17 Hijriah, tahun ke-empat kekhalifahannya, Umar mengeluarkan keputusan bahwa
penanggalan Islam hendaknya mulai dihitung saat peristiwa hijrah.
Jasa-Jasanya
a. Perhatian Terhadap Umat.
Sebagai khalifah, hidup sahabat Nabi
shalallohu alaihi wa sallam yang dikenal dengan Abu Hafsh radhiallohu anhu ini
benar-benar didedikasikan untuk mencapai ridha Ilahi. Ia berjuang bagi
kepentingan umat, benar-benar memperhatikan kesejahteraan umat. Pada malam
hari, ia sering melakukan investigasi untuk menge-tahui keadaan rakyat jelata
yang sebenarnya.
Suatu malam, beliau mendengar suara
samar-samar dari gubuk kecil, ‘Umar radhiallohu anhu mendekat dan memperhatikan
dengan seksama suara itu, ia melihat seorang ibu yang dikelilingi anak-anaknya
yang sedang menangis. Ibunya kelihatan memasak sesuatu. Tiap kali anak-anaknya
menangis, sang ibu berkata: “Tunggulah, sebentar lagi makanannya akan matang.”
Sebuah rayuan darinya.
‘Umar bin Khattab penasaran. Setelah
memberi salam dan minta izin, ia masuk dan bertanya: “Mengapa anak-anak ibu tak
berhenti menangis?”
“Mereka kelaparan!” jawab sang ibu.
“Mengapa tak ibu berikan makanan
yang sedang ibu masak sedari tadi?” tanya ‘Umar.
“Tak ada makanan. Periuk yang dari
tadi saya masak hanya berisi batu untuk mendiamkan anak-anak. Biarlah mereka
berfikir bahwa periuk itu berisi makanan. Mereka akan berhenti menangis karena
kelelahan dan tertidur.”
“Mengapa ibu tidak meminta
pertolongan kepada khalifah? Mungkin ia dapat menolong ibu dan anak-anak dengan
memberikan uang dari Baitul Mal? Itu akan membantu kehidupan ibu dan
anak-anak.”, ujar ‘Umar menasehati.
“Khalifah telah menzalimi saya….”
jawab sang ibu.
“Bagaimana khalifah bisa berbuat
zalim kepada ibu?” ‘Umar keheranan.
“Saya sangat menyesalkan
pemerintahannya. Seharus-nya ia melihat kondisi rakyatnya dalam kehidupan
nyata. Siapa tahu, ada banyak orang yang bernasib sama dengan saya.”, jawab
sang ibu yang menyentuh hati ‘Umar.
‘Umar bin Khattab berdiri dan
berkata: “Tunggu sebentar bu, saya akan kembali.”
Walaupun malam semakin larut, ‘Umar
bin Khattab bergegas menuju Baitul Mal. Ia segera mengangkat sekarung gandum di
pundaknya. Satu sahabatnya, membantu membawa minyak samin untuk memasak.
Karena merasa kasihan kepada
khalifah, sahabatnya berniat membantu ‘Umar bin Khattab memikul karung itu.
Tapi dengan tegas ‘Umar radhiallohu anhu menolak tawarannya: “Apakah kamu mau
memikul dosa-dosa saya di akhirat kelak?”
b. Baitul Mal
Orang yang pertama kali membuat
sistem Baitul Mal adalah ‘Umar bin Khattab radhiallohu anhu, pemasukannya dari zakat
kaum Muslimin dan pembayaran jizyah Ahli dzimmah (orang kafir yang minta
perlindungan Islam), seperlima dari hasil rampasan perang, dan warisan orang
Muslim yang meninggal tidak mempunyai ahli waris. Baitul Mal yang terlepas dari
kezaliman, bersih dari perbuatan-perbuatan para raja yang mengambil harta
rakyatnya dengan ke-zaliman. Adapun penyaluran uang Baitul Mal; zakat diberikan
kepada yang berhak mendapatkan zakat. Jizyah disalurkan di jalan Alloh
subhanahu wa ta’ala, yaitu untuk biaya menambah pasu-kan perang. Seperlima
hasil rampasan perang untuk Alloh subhanahu wa ta’ala dan Rosul-Nya shalallohu
alaihi wa sallam, kerabatnya, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin dan Ibnu
sabil.
c. Sistem Administrasi Rapi
Umar bin Khattab adalah seorang
administrator ulung. Bukti dan kenyataan dari hal tersebut adalah semenjak ia
memegang tampuk kekuasaannya. Pekerjaan pertama yang dilakukan oleh
khalifah ‘Umar bin Khattab adalah menetapkan penanggalan atau kalender
Hijriyah. Alasannya, surat-surat administrasi yang disampaikan padanya oleh
para pegawai pemerintahan dan para panglima perangnya, hanya mencantumkan
tanggal dan bulan saja, tanpa tahun. Hal ini disebabkan umat Islam belum
me-miliki kalender khusus milik mereka sendiri.
Melihat hal itu, ‘Umar bin Khattab
merasa prihatin dan meminta para sahabat Nabi shalallohu alaihi wa sallam agar
menetapkan kalender bagi kaum Muslimin. ‘Umar bin Khattab mengusulkan agar
menjadikan peris-tiwa hijrahnya Nabi shalallohu alaihi wa sallam dari Makkah ke
Madinah sebagai awal permulaan kalender Islam. Alasannya, hijrah Nabi
shalallohu alaihi wa sallam merupakan pondasi awal bagi pembentukan negara
Islam yang mencakup jazirah Arab di bawah naungan panji-panji Islam, kemudian
meluas hingga mencakup Mesir, Irak dan sebagian besar negeri Persi.
Pekerjaan kedua, membagi harta
rampasan. Hasil pajak dan upeti dibagi: 4/5-nya bagi bala tentaranya, sedang
sisanya yang 1/5 untuk ‘Umar bin Khattab. Apabila seseorang memiliki tanah, ia
mempunyai hak untuk memetik hasilnya dengan memberikan pajak penghasilan. ‘Umar
bin Khattab juga menerima 1/5 dari pajak bumi dan upeti, yang dibeban-kan bagi
musuh yang kalah berperang dan tidak masuk Islam.
Dengan demikian beliau memiliki
harta yang banyak dan melimpah. Ia mendirikan sebuah kantor yang mengurusi
semua harta yang masuk padanya agar dapat dibagikan kepada umatnya secara
merata (adil). ‘Umar bin Khattab menyuruh tiga orang Quraisy, agar
masing-masing mendata warga kabilahnya yang dimulai dari warga Bani Hasyim.
Tujuan itu semua adalah bahwa harta tidak boleh dibagikan kecuali untuk tujuan
yang baik (jelas), yaitu biaya untuk memperkuat armada perang. Apabila mereka
berperang, Amirul Mukminin wajib memberikan hak mereka dari harta tersebut dan
membiarkan mereka berhak atas harta rampasan. ‘Umar bin Khattab juga menetapkan
hak-hak bagi para keluarga dan janda-janda mereka.
‘Umar bin Khattab menyerahkan hak
tersebut kepada umatnya, dengan caranya sendiri. Beliau memulainya dari
keluarga Nabi shalallohu alaihi wa sallam baru kemudian kaumnya, sesuai dengan
fungsi dan jabatannya. Saat memberikan hak, ia mengurutkan umatnya sesuai
jangka lamanya seseorang memeluk Islam, pengorbanannya bagi Islam dan
ketekunannya membaca al-Qur’an. Bagi kaum Muhajirin sebelum Fathu Makkah, ‘Umar
menetapkan hak sebesar 3.000 dirham setiap tahun, dan bagi yang ikut perang
Badar sebanyak 5.000 dirham. Sedang-kan bagi yang ikut hijrah ke Habasyah dan
mengikuti pe-rang Uhud memperoleh jatah 4.000 dirham. Sementara bagi keluarga
yang ditinggal perang Badar memperoleh bagian sebanyak 3.000 dirham kecuali
Hasan dan Husain, kepada mereka ‘Umar bin Khattab memberi sebanyak yang
diberikan ke-pada ayah mereka berdua, yaitu 5.000 dirham. Dan bagi Usamah bin
Zaid sebesar 4.000 dirham. Mengetahui pembagian ini, putra beliau yang bernama
‘Abdullah bin ‘Umar radhiallohu anhuma protes, “Mengapa engkau tetapkan bagiku
hanya sebesar 3.000 dirham, sedangkan bagi Usamah engkau berikan 4.000 dirham?”
‘Umar bin Khattab, “Aku lebihkan
bagiannya sebab ia lebih dicintai Rosululloh shalallohu alaihi wa sallam
daripada engkau, dan karena ayahnya lebih dicintai Rosululloh shalallohu alaihi
wa sallam daripada ayahmu.”
d. Ekspansi di Zaman ‘Umar bin
Khattab
Setelah orang-orang membai’at ‘Umar
bin Khattab, beliau langsung melanjutkan tugas-tugas yang diemban Abu Bakar
radhiallohu anhu. Di antara tugasnya adalah meneruskan penaklukan kota-kota di
Syam, Persia dan benua Afrika, sehingga banyak kota yang terbuka di masa ‘Umar
radhiallohu anhu, di antaranya kota Babel, Basath, Jalaula’, Masabdzan, al-Ahwaz,
Nahawand, Khura-san, Sijistan, Damaskus, Homs, Mesir, dan kota-kota lain-nya.
Zaman ‘Umar bin Khattab termasuk zaman yang gemilang dengan melimpahnya uang,
hingga anak yang masih dalam kandungan pun sudah diberikan jatah untuk
kehidupan-nya oleh khalifah.
e. Pembangunan Kota.
Ada dua pembangunan kota besar
setelah Madinah dan Makkah, yaitu:
a) Kota Kufah.
Kota ini dibangun pada tahun 17 H.
Arsiteknya ada-lah Abi Hayyaj bin Malik. Ia menjadikan lebar jalan utamanya 14
kaki, dan jalan kecilnya 7 kaki. Pertama kali yang dibangun adalah masjid, dan
di sana dibangun juga istana Kufah dan rumah-rumah penduduknya sangat teratur,
baik bentuk bangunannya maupun jarak antara rumah-rumahnya. Kota ini terletak
di tepi sungai sebelah barat sungai Eufrat, di antara keduanya dibatasi
kebun-kebun kurma yang saling berdekatan, hijaunya dapat dilihat sejauh
pandangan mata.
b) Kota Bashrah.
Pada tahun yang bersamaan juga
dibangun kota Basrah, sebuah kota dekat Teluk Persia di sebelah kota Dajlah.
‘Umar bin al-Khattb menjadikan
ibukota Irak menjadi dua bagian; sebelah atas ibukotanya Kufah, dan gubernurnya
Sa’ad radhiallohu anhu dan sebelah bawah ibu kota-nya Basrah dan gubernurnya
‘Utbah radhiallohu anhu.
f. Pembentukan Pos-Pos Perhubungan
Di antara sistem informasi yang baru
pada zaman ‘Umar bin Khattab adalah beliau membuat pos-pos setiap 50 mil yang
dihuni oleh beberapa orang disertai seekor kuda. Kegunaan pos ini, ketika
Amirul Mukminin memberikan perintah kepada pimpinan tentara atau gubernur di
daerah yang biasa ditempuh selama sebulan dapat ditempuh dengan waktu
setengahnya, setiap utusan berhenti, istirahat di setiap pos, dan memberikan
surat Amirul Mukminin kepada penjaga tersebut, lalu ia digantikan orang yang di
pos tersebut melanjutkan perjalanannya, begitu selanjutnya pada setiap pos.
Pujian Para Sahabat Terhadapnya
Abu Bakar ash Shiddiq radhiallohu
anhu berkata, “Tidak ada seorang laki-laki yang lebih aku cintai di muka bumi
ini selain dari ‘Umar.”
Abu Bakar radhiallohu anhu tidak
melihat orang yang lebih tepat untuk memegang jabatan khalifah sepeninggal
beliau selain ‘Umar radhiallohu anhu, maka beliau pun berwasiat agar
penggantinya sebagai khalifah adalah ‘Umar radhiallohu anhu . Ketika
orang-orang bertanya kepada Abu Bakar, “Apa yang akan engkau katakan kepada
Robb-mu sementara engkau telah menunjuk ‘Umar sebagai khalifah?” Beliau
menjawab, “Akan aku katakan kepada-Nya, aku tunjuk untuk memimpin mereka orang
yang ter-baik di antara mereka.”.
Ibnu ‘Umar radhiallohu anhu berkata:
“Kami memilih siapa orang yang
terbaik pada zaman Rosululloh shalallohu alaihi wa sallam, lalu kami memilih
Abu Bakar, kemudian ‘Umar dan kemudian ‘Utsman” (HR. al-Bukhari)
Ibnu ‘Umar radhiallohu anhu berkata,
“Aku tidak melihat seorang laki-laki pun setelah Nabi radhiallohu anhu semenjak
beliau wafat, orang yang lebih tegas dan pemurah selain dari ‘Umar.”
Hudzaifah bin al-Yaman radhiallohu
anhu berkata, “Demi Alloh, aku tidak mengetahui seorang laki-laki yang tidak
takut di jalan Alloh kepada celaan orang-orang yang suka mencela selain ‘Umar.”
‘Abdullah bin Mas’ud radhiallohu
anhu berkata:
“Sesungguhnya masuk Islamnya ‘Umar
merupakan pe-naklukan, hijrahnya adalah sebuah kemenangan, dan pe-merintahannya
adalah sebuah rahmat.”
Kabar Gembira Untuknya
Abu Hurairah radhiallohu anhu
meriwayatkan bahwa Rosululloh shalallohu alaihi wa sallam bersabda:
“Ketika aku tidur, aku bermimpi di
surga. Ada seorang wanita berwudhu di samping istana, aku bertanya, “Punya
siapa istana ini?”. Mereka menjawab, “Kepunyaan ‘Umar.”. Maka aku teringat akan
rasa cemburumu. Lalu aku pun berpaling ke belakang. Maka ‘Umar pun menangis dan
berkata, ‘Apakah kepada-mu aku akan cemburu wahai Rosululloh?’” (HR. al-Bukhari
dan Muslim)
‘Ali bin Abi Thalib radhiallohu anhu
berkata bahwa Rosululloh shalallohu alaihi wa sallam pernah bersabda:
“Abu Bakar dan ‘Umar adalah penghulu
para penghuni surga dari kalangan orang tua mulai dari orang-orang yang pertama
(al-awwalin) sampai orang-orang yang terakhir (al-akhirin), selain para nabi
dan rosul. Janganlah engkau beri tahu mereka berdua –wahai ‘Ali– ketika mereka
berdua masih hidup” (HR. Ibnu Mājah dan at-Tirmidzi, dishahihkan oleh
al-Albani)
‘Abdullah bin ‘Abbas radhiallohu
anhuma berkata, “Ketika ‘Umar telah diletakkan di atas pembaringannya (sehabis
ditikam), maka orang-orang mengelilingi dan mendoakannya sebelum beliau
diangkat, ketika itu aku berada di antara mereka, tiba-tiba seorang laki-laki
muncul dari belakangku sambil memegang pundakku, ternyata ia adalah ‘Ali. Ia
mendoakan rahmat bagi ‘Umar seraya berkata, “Tidaklah aku tinggalkan seorang
laki-laki yang aku ingin menghadap kepada Alloh dengan membawa amal seperti
amalnya selain engkau wahai ‘Umar. Demi Alloh, aku menduga bahwa Alloh akan
mengumpulkanmu bersama kedua sahabatmu, karena sering sekali aku mendengar Nabi
berkata, ‘Aku pergi bersama Abu Bakar dan ‘Umar, aku masuk bersama Abu Bakar
dan ‘Umar, aku keluar bersama Abu Bakar dan ‘Umar.” (HR. al-Bukhari)
Wafatnya
Keberhasilan ‘Umar bin al-Khattab
radhiallohu anhu dalam memer-dekakan negara-negara dunia yang cukup luas,
membuat para musuh Islam dipenuhi perasaan iri dan dendam, ter-lebih Yahudi dan
Persia.
Untuk itulah muncul berbagai upaya
untuk melakukan pembunuhan terhadap ‘Umar radhiallohu anhu. Hingga
terlaksananya pembunuhan yang dilakukan oleh seorang budak Persia yang bernama
Abu Lu’luah al-Majusi. Ia adalah budak Mu-ghirah bin Syu’bah yang menikam
beliau dengan 6 tikaman dengan belati yang memiliki dua mata kail (badik)
hingga melukai ‘Umar radhiallohu anhu dan beberapa sahabat ketika sedang shalat
Shubuh. Tatkala seseorang mengetahui larinya, ia pun melempar mantel ke
arahnya, maka seketika itu pula Abu Lu’luah bunuh diri. Akhirnya ‘Umar bin
Khattab syahid pada tahun 23 H. Setelah diangkat menjadi khalifah selama 10
tahun 6 bulan, beliau wafat dalam usia 63 tahun dengan gelar syahid (martir).
Anas bin Malik radhiallohu anhu
bercerita: “Bahwa Rosululloh shalallohu alaihi wa sallam, Abu Bakar, ‘Umar, dan
Utsman naik gunung uhud, kemudian gunung itu bergoncang. Maka Nabi shalallohu alaihi
wa sallam bersabda: tetaplah, wahai Uhud, sesungguhnya di atasmu ada seorang
Nabi, seorang Siddiq, dan dua orang syahid.” (HR. al-Bukhari)
Abu Lu’luah membunuh ‘Umarbin
Khattab karena rasa ketidakpuasannya atas keadilan yang diberikan oleh ‘Umar bin
Khattab terhadapnya menyangkut permasalahan kharraj (upeti) dan dihancurkannya
kerajaan Persia. Abu Lu’luah pernah mengadu pada ‘Umar bin Khattab tentang
berat dan banyaknya upeti yang harus dikeluarkannya. Tetapi ‘Umar menjawab:
“Kharrajmu tidak terlalu banyak.” Kemudian ia menggerutu, “Keadilan ‘Umar
menyangkut semua orang kecuali aku.”
Ketika diberitakan kepada ‘Umar
bahwa yang membunuhnya adalah Abu Lu’luah, Khalifah ‘Umar bin Khattab berkata:
“Segala puji bagi Alloh yang tidak menjadikan kematianku di tangan orang yang
mengaku Muslim.”
Kemudian ‘Umar bin Khattab berwasiat
kepada putranya: “Wahai ‘Abdulloh, periksalah utang-utangku!”
Menjelang wafatnya, beliau membentuk
dewan pemilihan khalifah yang terdiri dari 6 orang sahabat, yaitu ‘Utsman bin ‘Affan,
‘Ali bin Abi Thalib, Sa’ad bin Abi Waqqash, ‘Abdur Rahman bin ‘Auf, Zubair bin
Awwam dan Thalhah bin ‘Ubaidillah radhiallohu anhum.
Setelah itu ‘Umar bin Khattab juga
menyuruh anaknya untuk menghadap ‘Aisyah radhiallohu anha (isteri Nabi
shalallohu alaihi wa sallam) guna meminta izin untuk dikuburkan berdampingan
dengan kedua sahabat-nya (Nabi shalallohu alaihi wa sallam dan Abu Bakar
radhiallohu anhu). Maka ‘Aisyah radhiallohu anha pun memberikan izin kepadanya.
Maka selesailah tugas Khalifah ‘Umar bin Khattab dalam mengendalikan roda
kepemimpinan kaum Muslimin.
Sumber:
http://biografi.rumus.web.id/2010/09/biografi-umar-bin-khattab.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar