Ali bin Abi Thalib adalah sahabat yang terkemuka di kalangan umat Islam
sekaligus sepupu Nabi Muhammad yang menjadi khalifah (khulafaur rosyidin)
setelah kekhalifhan Utsman bin Affan. Ali adalah sosok yang cerdas dan tampan.
Ali lahir pada tahun kedua puluh sebelum kenabian, tumbuh berkembang dalam
didikan rumah tangga kenabian, dialah orang pertama yang masuk Islam dari
golongan anak kecil. Sejak kecil Ali telah berada dalam didikan Rasulullah SAW,
sebagaimana dikatakannya sendiri: "Nabi membesarkan aku dengan suapannya
sendiri. Aku menyertai beliau kemanapun beliau pergi, seperti anak unta yang
mengikuti induknya. Tiap hari aku dapatkan suatu hal baru dari karakternya yang
mulia dan aku menerima serta mengikutinya sebagai suatu perintah".
Kelahiran
Ali dilahirkan di Mekkah, daerah
Hejaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab. Menurut sejarawan, Ali dilahirkan
10 tahun sebelum dimulainya kenabian Muhammad, sekitar tahun 599 Masehi atau
600(perkiraan) dan ada juga yang menyebutkan tahun ke dua puluh sebelum
kenabian. Muslim Syi'ah percaya bahwa Ali dilahirkan di dalam Ka'bah. Usia Ali
terhadap Nabi Muhammad masih diperselisihkan hingga kini, sebagian riwayat
menyebut berbeda 25 tahun, ada yang berbeda 27 tahun, ada yang 30 tahun bahkan
32 tahun.
Ali bernama asli Haydar bin Abu
Thalib, paman Nabi Muhammad SAW. Haydar yang berarti Singa adalah harapan
keluarga Abu Thalib untuk mempunyai penerus yang dapat menjadi tokoh pemberani
dan disegani diantara kalangan Quraisy Mekkah. Setelah mengetahui sepupu yang
baru lahir diberi nama Haydar, Nabi SAW memanggil dengan Ali yang berarti
Tinggi (derajat di sisi Allah).
Ayahnya adalah: Abu Thalib, paman
Nabi saw, bin Abdul Muththalib, bin Hasyim, bin Abdi Manaf, bin Qushayy. Ibunya
adalah: Fathimah binti Asad, bin Hasyim, bin Abdi Manaf. Saudara-saudara
kandungnya adalah: Thalib, 'Uqail, Ja'far dan Ummu Hani.
Dengan demikian, jelaslah, Ali
adalah berdarah Hasyimi dari kedua ibu-bapaknya. Keluarga Hasyim memiliki
sejarah yang cemerlang dalam masyarakat Mekkah. Sebelum datangnya Islam, keluarga
Hasyim terkenal sebagai keluarga yang mulia, penuh kasih sayang, dan pemegang
kepemimpinan masyarakat. Ibunya adalah Fathimah binti Asad, yang kemudian
menamakannya Haidarah. Haidarah adalah salah satu nama singa, sesuai dengan
nama ayahnya: Asad (singa). Fathimah adalah salah seorang wanita yang terdahulu
beriman dengan Risalah Nabi Muhammad Saw. Dia pula-lah yang telah mendidik Nabi
Saw, dan menanggung hidupnya, setelah meninggalnya bapak-ibu beliau, Abdullah
dan Aminah. Beliau kemudian membalas jasanya, dengan menanggung kehidupan Ali,
untuk meringankan beban pamannya, Abu Thalib, pada saat mengalami kesulitan
ekonomi. Saat Fathimah meninggal dunia, Rasulullah Saw yang mulai mengkafaninya
dengan baju qamisnya, meletakkannya dalam kuburnya, dan menangisinya, sebagai
tangisan seorang anak atas ibunya.
Kehidupan Awal
Kelahiran Ali bin Abi Thalib banyak
memberi hiburan bagi Nabi SAW karena beliau tidak punya anak laki-laki. Uzur
dan faqir nya keluarga Abu Thalib memberi kesempatan bagi Nabi SAW bersama istri
beliau Khadijah untuk mengasuh Ali dan menjadikannya putra angkat. Hal ini
sekaligus untuk membalas jasa kepada Abu Thalib yang telah mengasuh Nabi sejak
beliau kecil hingga dewasa, sehingga sedari kecil Ali sudah bersama dengan
Muhammad.
Ali adalah anak bungsu dari kedua
orang tuanya, selain Ja'far, Uqail dan Thalib. Saat Abu Thalib mengalamai
krisis ekonomi karena kekeringan yang melanda, seperti yang dialami oleh
orang-orang Quraisy, Rasulullah saw menyarankan kepada kedua pamannya: Hamzah
dan Abbas untuk turut membantu meringankan beban saudaranya, Abu Thalib, dengan
menanggung biaya hidup anaknya. Maka keduanya pun memenuhi permintaan tersebut.
Mengetahui hal itu, Abu Thalib berkata kepada kedua saudaranya tersebut,:
"Ambillah siapa yang kalian ingini, namun tinggalkanlah Uqail, untuk tetap
aku didik." Uqail adalah anak yang paling disayangi oleh Abu Thalib. Maka
Abbas mengambil Thalib, Hamzah mengambil Ja'far dan Rasulullah saw mengambil
Ali.
Adalah Nabi Saw bagi anak
keponakannya, Ali KW, bertindak sebagai bapak, saudara, teman, dan guru
pendidik. Dan Ali pun menerima beliau pengganti kedua orang tua, dan
keluarganya. Sehingga ia pun terdidik dalam didikan Nabi Saw. Ia Merupakan
keturunan puncak keluarga Hasyimiah, yang darinya terlahir kemuliaan,
kedermawanan, sifat pemaaf, ksaih sayang dan hikmah yang lurus.
Seperti diriwayatkan, ia tumbuh
menjadi anak yang cepat matang. Di wajahnya tampak jelas kematangannya, yang
juga menunjukkan kekuatan, dan ketegasan. Saat ia menginjak usia pemuda, ia
segera berperan penuh dalam dakwah Islam, tidak seperti yang dilakukan oleh
pemuda seusianya. Contoh yang paling jelas adalah keikhlasannya untuk menjadi
tameng Rasulullah Saw saat beliau hijrah, dengan menempati tempat tidur beliau.
Ia juga terlibat dalam peperangan yang hebat, seperti dalam perang Al Ahzab,
dia pula yang telah menembus benteng Khaibar. Sehingga dia dijuluki sebagai
pahlawan Islam yang pertama.
Masa Remaja
Ketika Nabi Muhammad SAW menerima
wahyu, riwayat-riwayat lama seperti Ibnu Ishaq menjelaskan Ali adalah lelaki
pertama yang mempercayai wahyu tersebut atau orang ke 2 yang percaya setelah
Khadijah istri Nabi sendiri. Pada titik ini Ali berusia sekitar 10 tahun.
Pada usia remaja setelah wahyu
turun, Ali banyak belajar langsung dari Nabi SAW karena sebagai anak asuh,
berkesempatan selalu dekat dengan Nabi hal ini berkelanjutan hingga beliau
menjadi menantu Nabi. Hal inilah yang menjadi bukti bagi sebagian kaum Sufi
bahwa ada pelajaran-pelajaran tertentu masalah ruhani (spirituality dalam
bahasa Inggris atau kaum Salaf lebih suka menyebut istilah 'Ihsan') atau yang
kemudian dikenal dengan istilah Tasawuf yang diajarkan Nabi khusus kepada
beliau tapi tidak kepada Murid-murid atau Sahabat-sahabat yang lain. Karena
bila ilmu Syari'ah atau hukum-hukum agama Islam baik yang mengatur ibadah
maupun kemasyarakatan semua yang diterima Nabi harus disampaikan dan diajarkan
kepada umatnya, sementara masalah ruhani hanya bisa diberikan kepada
orang-orang tertentu dengan kapasitas masing-masing. Didikan langsung dari Nabi
kepada Ali dalam semua aspek ilmu Islam baik aspek zhahir (exterior) atau
syariah dan bathin (interior) atau tasawuf menggembleng Ali menjadi seorang
pemuda yang sangat cerdas, berani dan bijak.
Sifat-sifat Ali bin Abi Thalib
Imam Ali adalah seorang dengan
perawakan sedang, antara tinggi dan pendek. Perutnya agak menonjol. Pundaknya
lebar. Kedua lengannya berotot, seakan sedang mengendarai singa. Lehernya
berisi. Bulu jenggotnya lebat. Kepalanya botak, dan berambut di pinggir kepala.
Matanya besar. Wajahnya tampan. Kulitnya amat gelap. Postur tubuhnya tegap dan
proporsional. Bangun tubuhnya kokoh, seakan-akan dari baja. Berisi. Jika
berjalan seakan-akan sedang turun dari ketinggian, seperti berjalannya
Rasulullah Saw. Seperti dideskripsikan dalam kitab Usudul Ghaabah fi Ma'rifat
ash Shahabah: adalah Ali bin Abi Thalib bermata besar, berkulit hitam, berotot
kokoh, berbadan besar, berjenggot lebat, bertubuh pendek, amat fasih dalam
berbicara, berani, pantang mundur, dermawan, pemaaf, lembut dalam berbicara,
dan halus perasaannya.
Jika ia dipanggil untuk berduel
dengan musuh di medan perang, ia segera maju tanpa gentar, mengambil
perlengkapan perangnya, dan menghunuskan pedangnya. Untuk kemudian menjatuhkan
musuhnya dalam beberapa langkah. Karena sesekor singa, ketika ia maju untuk
menerkam mangsanya, ia bergerak dengan cepat bagai kilat, dan menyergap dengan
tangkas, untuk kemudian membuat mangsa tak berkutik.
Tadi adalah sifat-sifat fisiknya.
Sedangkan sifat-sifat kejiwaannya, maka ia adalah sosok yang sempurna, penuh
dengan kemuliaan. Keberaniannya menjadi perlambang para kesatria pada masanya.
Setiap kali Ali menghadapi musuh di medan perang, maka dapat dipastikan Ali
akan mengalahkannya.
Seorang yang takwa tak terkira,
tidak mau masuk dalam perkara yang syubhat, dan tidak pernah melalaikan
syari'at. Seorang yang zuhud, dan memilih hidup dalam kesederhanaan. Ali makan
cukup dengan berlaukkan cuka, minyak dan roti kering yang ia patahkan dengan
lututnya. Dan memakai pakaian yang kasar, sekadar untuk menutupi tubuh di saat
panas, dan menahan dingin di kala hawa dingin menghempas.
Penuh hikmah, adalah sifatnya yang
jelas. Dia akan berhati-hati meskipun dalam sesuatu yang ia lihat benar, dan
memilih untuk tidak mengatakan dengan terus terang, jika hal itu akan membawa
mudharat bagi umat. Ia meletakkan perkara pada tempatnya yang tepat. Berusaha
berjalan seirama dengan rekan-rekan pembawa panji dakwah, seperti keserasian
butiran-butiran air di lautan.
Ali bersikap lembut, sehingga banyak
orang yang sezaman dengannya melihat ia sedang bergurau, padahal hal itu adalah
suatu bagian dari sifat kesempurnaan yang melihat apa yang ada di balik
sesuatu, dan memandang kepada kesempurnaan. Ali menginginkan agar realitas yang
tidak sempurna berubah menjadi lurus dan meningkat ke arah kesempurnaan.
Gurauan adalah 'anak' dari kritik. Dan ia adalah 'anak' dari filsafat.
Ali terkenal kefasihannya. Sehingga
ucapan-ucapannya mengandung nilai-nilai sastra Arab yang jernih dan tinggi.
Baik dalam menciptakan peribahasa maupun hikmah. Ia juga mengutip dari redaksi
Al Quran, dan hadits Rasulullah Saw, sehingga menambah benderang dan semerbak
kata-katanya. Yang membuat dirinya berada di puncak kefasihan bahasa dan sastra
Arab.
Ali sangat loyal terhadap
pendidiknya, Nabi-nya, juga Rabb-nya. Serta berbuat baik kepada kerabatnya.
Amat mementingkan isterinya yang pertama, Fathimah az Zahra. Dan ia selalu
berusaha memberikan apa yang baik dan indah kepada orang yang ia senangi,
kerabatnya atau kenalannya.
Ia berpendirian teguh, sehingga
menjadi tokoh yang namanya terpatri dalam sejarah. Tidak mundur dalam membela
prinsip dan sikap. Sehingga banyak orang yang menuduhnya bodoh dalam politik,
tipu daya bangsa Arab, dan dalam hal melembutkan sikap musuh, sehingga
kesulitan menjadi berkurang. Namun, sebenarnya kemampuannya jauh di atas
praduga yang tidak benar, karena ia tahu apa yang ia inginkan, dan menginginkan
apa yang ia tahu. Sehingga, di samping kemanusiaannya, ia seakan-akan adalah
sebuah gunung yang kokoh, yang mencengkeram bumi. Itu emua adalah cermin dari
percaya dirinya, keimanannya, dan keyakinanya terhadap Rabb-nya, lantas
bagaimana mungkin ia menjadi lembek?
Ali dengan teguh menolak sikap yang
tidak sesuai dengan kebenaran, atau syari'ah, atau akhlak atau kemuliaan.
Jiwanya yang mulia menolak untuk menipu seorang gubernur yang senang berkuasa,
dan yang menghamburkan kekayaan umat untuk kepentingan hamba nafsunya. Ia tidak
tidak peduli dengan orang yang membenci, atau orang yang memusuhinya.Ali adalah
sifat orang yang kuat, baik dalam kepribadiaannya, pendapatnya dan dalam
memegang kebenaran.
Ali tidak bersifat lembek, namun ia
lebih mementingkan persatuan umat. Karena orang-orang yang ikut bersidang saat
itu sedang berada dalam kubu-kubu yang saling berbeda pendapat. Maka ia memilih
untuk keluar dari kondisi terburuk menuju kondisi yang buruk. Ia telah
menegaskan hal itu, dan memberi peringatan kepada para pengikutnya. Namun
ternyata orang-orang yang berada di sekitarnya tenggelam dalam perdebatan tanpa
ujung dan pertikaian tanpa henti. Sehingga terjadilah peristiwa-peristiwa yang
memilukan.
Rasa kasih sayang dalam hatinya-lah
yang mendorong dirinya untuk bersikap lunak dan tidak keras. Hal itu ia lakukan
karena ingin menyelamatkan orang lain, sehingga ia rela meletakkan dirinya
dalam bahaya. Ia rela untuk menebus nyawa orang yang ia kasihi, atau kelompok
orang yang beriman, atau beberapa orang yang sedang diincar oleh musuh, dengan
nyawanya. Sehingga diapun bersikap lunak, dan meminta jalan yang lebih baik. Agar
kasih sayang mengalahkan kecemburuan, kecintaan mengalahkan kekerasan, dan
menjauhkan orang-orang yang ia sayangi dari kebinasaan. Orang yang membaca apa
yang ia pinta kepada Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Abdullah, niscaya akan
mengetahui bahwa keduanya telah mengkhianatinya, dan memeranginya. Maka iapun
mengecam keduanya, dengan kecaman seorang penyayang terhadap orang yang ia
sayangi. Ia mengingatkan keduanya tentang janji-janji yang pernah mereka
ucapkan, dan kebersamaan mereka dalam menegakkan kalimat Allah SWT. Apa yang ia
lakukan saat terjadi bentrokan yang terjadi antara dirinya dan Aisyah menjadi
bukti akan ketinggian sifat kasih sayangnya, kemuliaan perasaannya, dan
usahanya yang keras untuk memadamkan tanda-tanda ambisi rendahan, yang tidak layak
bagi tokoh besar seperti dirinya, juga bagi tokoh mulia semacam Aisyah r.a.
Oleh karena itu, ia berusaha melakukan negosiasi yang hanya dapat dilakukan
oleh orang besar semacam dirinya, yaitu para mujahidin yang mulia.
Kehidupan di Mekkah sampai Hijrah ke
Madinah
Ali bersedia tidur di kamar Nabi
untuk mengelabui orang-orang Quraisy yang akan menggagalkan hijrah Nabi. Beliau
tidur menampakkan kesan Nabi yang tidur sehingga masuk waktu menjelang pagi
mereka mengetahui Ali yang tidur, sudah tertinggal satu malam perjalanan oleh
Nabi yang telah meloloskan diri ke Madinah bersama Abu Bakar.
Kehidupan di Madinah
Perkawinan
Setelah masa hijrah dan tinggal di
Madinah, Ali dinikahkan Nabi dengan putri kesayangannya Fatimah az-Zahra yang
banyak dinanti para pemuda. Nabi menimbang Ali yang paling tepat dalam banyak
hal seperti Nasab keluarga yang se-rumpun (Bani Hasyim), yang paling dulu
mempercayai ke-nabi-an Muhammad (setelah Khadijah), yang selalu belajar di
bawah Nabi dan banyak hal lain.
Pernikahan dengan Fatimah az-Zahra
Putra Ali melalui Fatimah:
- Hasan bin Ali, yang digelari al-Mujtaba
- Husain bin Ali, yang digelari asy-Syahid
- Muhsin bin Ali, yang meninggal waktu masih dalam kandungan.
Putri Ali melalui Fatimah
- Zainab binti Ali, yang dijuluki Zainab al-Kubra
- Ummu Kultsum, menikah dengan Umar bin Khattab.
- Zaid bin Umar.
Pernikahan dengan Umamah binti
Zainab
Umamah merupakan anak dari Abi Al
Aa'sh dan Zainab binti Muhammad, kakak perempuan dari Fatimah az-Zahra, setelah
meninggalnya Fatimah, Umamah kemudian menikah dengan Ali dan sampai
meninggalnya pada tahun 66 H / 685 Masehi tidak memiliki anak seorangpun.
Pernikahan dengan Ummu Banin binti
Hizam
Ummu Banin merupakan anak dari Hizam
bin Khalid, memiliki 5 anak laki-laki, yaitu:
- Ja’far bin Ali, syahid di Karbala pada 10 Oktober 680
- Abdullah bin Ali, syahid di Karbala pada 10 Oktober 680
- Utsman bin Ali, syahid di Karbala pada 10 Oktober 680
- Umar bin Ali, syahid di Karbala pada 10 Oktober 680
- Abbas bin Ali
Pernikahan dengan Laila binti Mas'ud
- Ubaidullah bin Ali
- Abu Bakar bin Ali
Pernikahan dengan Khawlah binti
Ja'far al-Hanafiah
- Muhammad Abu Abdullah bin Ali, lebih dikenal dengan Muhammad bin al-Hanafiah, meninggal tahun 67 H.
Pernikahan dengan Al-Sahba' binti
Rabi'ah
- Umar bin Ali
Pernikahan dengan Asma binti Umais
Asma menikah pertama kali dengan
Ja'far bin Abu Thalib, kemudian setelah meninggalnya Ja'far, ia menikah dengan
Abu Bakar, memiliki seorang anak, yang kemudian menjadi anak angkat dari Ali
bin Abi Thalib, yang bernama Muhammad bin Abu Bakar. Setelah meninggalnya Abu
Bakar, Asma binti Umais kemudian menikah dengan Ali bin Abi Thalib, dan
memiliki dua anak laki-laki, yaitu:
- Yahya bin Ali
- Muhammad al-Ashgar bin Ali, syahid di Karbala pada tanggal 10 Oktober 680
Julukan
Ketika Muhammad mencari Ali
menantunya, ternyata Ali sedang tidur. Bagian atas pakaiannya tersingkap dan
debu mengotori punggungnya. Melihat itu Muhammad pun lalu duduk dan
membersihkan punggung Ali sambil berkata, "Duduklah wahai Abu Turab,
duduklah." Turab yang berarti debu atau tanah dalam bahasa Arab. Julukan
tersebut adalah julukan yang paling disukai oleh Ali.
Pertempuran yang Diikuti pada Masa
Nabi SAW
Perang Badar
Beberapa saat setelah menikah,
pecahlah perang Badar, perang pertama dalam sejarah Islam. Di sini Ali
betul-betul menjadi pahlawan disamping Hamzah, paman Nabi. Banyaknya Quraisy
Mekkah yang tewas di tangan Ali masih dalam perselisihan, tapi semua sepakat
beliau menjadi bintang lapangan dalam usia yang masih sangat muda sekitar 25
tahun.
Perang Khandaq
Perang Khandak juga menjadi saksi
nyata keberanian Ali bin Abi Thalib ketika memerangi Amar bin Abdi Wud . Dengan
satu tebasan pedangnya yang bernama dzulfikar, Amar bin Abdi Wud terbelah
menjadi dua bagian.
Perang Khaibar
Setelah Perjanjian Hudaibiyah yang
memuat perjanjian perdamaian antara kaum Muslimin dengan Yahudi, dikemudian
hari Yahudi mengkhianati perjanjian tersebut sehingga pecah perang melawan
Yahudi yang bertahan di Benteng Khaibar yang sangat kokoh, biasa disebut dengan
perang Khaibar. Di saat para sahabat tidak mampu membuka benteng Khaibar, Nabi
saw bersabda:
"Besok, akan aku serahkan
bendera kepada seseorang yang tidak akan melarikan diri, dia akan menyerang
berulang-ulang dan Allah akan mengaruniakan kemenangan baginya. Allah dan
Rasul-Nya mencintainya dan dia mencintai Allah dan Rasul-Nya".
Maka, seluruh sahabat pun
berangan-angan untuk mendapatkan kemuliaan tersebut. Namun, temyata Ali bin Abi
Thalib yang mendapat kehormatan itu serta mampu menghancurkan benteng Khaibar
dan berhasil membunuh seorang prajurit musuh yang berani bernama Marhab lalu
menebasnya dengan sekali pukul hingga terbelah menjadi dua bagian.
Peperangan lainnya
Hampir semua peperangan beliau ikuti
kecuali perang Tabuk karena mewakili nabi Muhammad untuk menjaga kota Madinah.
Setelah Nabi Wafat
Sampai disini hampir semua pihak
sepakat tentang riwayat Ali bin Abi Thalib, perbedaan pendapat mulai tampak
ketika Nabi Muhammad wafat. Syi'ah berpendapat sudah ada wasiat (berdasar
riwayat Ghadir Khum) bahwa Ali harus menjadi Khalifah bila Nabi SAW wafat.
Tetapi Sunni tidak sependapat, sehingga pada saat Ali dan Fatimah masih berada
dalam suasana duka orang-orang Quraisy bersepakat untuk membaiat Abu Bakar.
Menurut riwayat dari Al-Ya'qubi
dalam kitab Tarikh-nya Jilid II Menyebutkan suatu peristiwa sebagai berikut.
Dalam perjalan pulang ke Madinah seusai menunaikan ibadah haji (
Hijjatul-Wada'), malam hari Rasulullah saw bersama rombongan tiba di suatu
tempat dekat Jifrah yang dikenal denagan nama "GHADIR KHUM." Hari itu
adalah hari ke-18 bulan Dzulhijah. Ia keluar dari kemahnya kemudia berkhutbah
di depan jamaah sambil memegang tangan Imam Ali Bin Abi Tholib. Dalam
khutbahnya itu antara lain beliau berkata : "Barang siapa menanggap aku
ini pemimpinnya, maka Ali adalah pemimpinnya.Ya Allah, pimpinlah orang yang
mengakui kepemimpinannya dan musuhilah orang yang memusuhinya"
Pengangkatan Abu Bakar sebagai
Khalifah tentu tidak disetujui keluarga Nabi Ahlul Baitdan pengikutnya.
Beberapa riwayat berbeda pendapat waktu pem-bai'at-an Ali bin Abi Thalib
terhadap Abu Bakar sebagai Khalifah pengganti Rasulullah. Ada yang meriwayatkan
setelah Nabi dimakamkan, ada yang beberapa hari setelah itu, riwayat yang
terbanyak adalah Ali mem-bai'at Abu Bakar setelah Fatimah meninggal, yaitu enam
bulan setelah meninggalnya Rasulullah demi mencegah perpecahan dalam ummat. Ada
yang menyatakan bahwa Ali belum pantas untuk menyandang jabatan Khalifah karena
umurnya yang masih muda, ada pula yang menyatakan bahwa kekhalifahan dan kenabian
sebaiknya tidak berada di tangan Bani Hasyim.
Keislaman Ali bin Abi Thalib ra. dan
Peran Beliau Sebelum Diangkat Menjadi Khalifah
Ali binAbi Thalib ra. masuk Islam
saat beliau berusia tujuh tahun, ada yang mengatakan delapan tahun, dan ada
pula yang mengatakan sepuluh tahun. Dikatakan bahwa beliau adalah orang yang
pertama kali masuk Islam. Namun yang shahih adalah beliau merupakan bocah yang
pertama kali masuk Islam, sebagaimana halnya Khadijah adalah wanita yang
pertama kali masuk Islam, Zaid bin Haritsah adalah budak yang pertama kali
masuk Islam, Abu Bakar ra adalah lelaki merdeka yang pertama kali masuk Islam.
Ali bin Abi Thalib ra. Memeluk Islam dalam usia muda disebabkan ia berada di
bawah tanggungan Rasulullah saw. Yaitu pada saat penduduk Makkah tertimpa
paceklik dan kelaparan, Rasulullah saw. mengambilnya dari ayahnya. Ali bin Abi
Thalib kecil hidup bersama Rasulullah saw. Dan ketika Allah mengutus beliau
menjadi seorang rasul yang membawa kebenaran, Khadijah serta ahli bait beliau,
termasuk di dalamnya Ali bin Abi Thalib, segera memeluk Islam. Adapun keislaman
yang bermanfaat dan menyebar manfaatnya kepada manusia adalah keislaman Abu
Bakar ash-Shiddiq Diriwayatkan dari Ali bahwa ia berkata, “Aku adalah orang
yang pertama kali masuk Islam.” namun sanadnya tidak shahih. Telah diriwayatkan
juga haditshadits yang semakna dengan ini yang diriwayatkan oleh Ibnu Asakir,
namun kebanyakan dari hadits itu adalah munkar dan tidak shahih, wallahu a’lam.
Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi
berkata, “Wanita pertama masuk Islam adalah Khadijah, kaum lelaki pertama yang
masuk Islam adalah Abu Bakar dan Ali , hanya saja Abu Bakar menyatakan
keislamannya sementara Ali menyembunyikannya.” Menurut saya, “Yang demikian itu
karena ia takut kepada ayahnya, kemudian ayahnya memerintahkannya supaya
mengikuti dan membela keponakannya.” Ali turut berhijrah setelah Rasulullah
saw. keluar dari kota Makkah. Rasulullah saw. menugaskannya untuk memberaskan
hutang piutang beliau dan mengembalikan barang-barang yang dititipkan kepada beliau.
Kemudian Ali menyusul beliau setelah melaksanakan perintah beliau dan turut
berhijrah. Rasulullah saw. mempersaudarakannya dengan Sahal bin Hunaif .
Ibnu Ishaq dan penulis sejarah
lainnya menyebutkan, “Rasulullah saw. mempersaudarakannya dengan diri beliau
sendiri. Telah diriwayatkan banyak hadits tentangnya tapi tidak shahih, karena
sanadnya dhaif. Dan sebagian matannya sangat ganjil, dalam sebuah matan
disebutkan, ‘Engkau adalah saudaraku, pewarisku, khalifah setelahku, dan
sebaik-baik amir sepeninggalku’.” Hadits ini maudhu‘ (palsu) dan bertentangan
dengan hadits-hadits yang shahih dalam kitab Shahihain dan kitab-kitab hadits
lainnya. Beliau ikut serta dalam perang Badar dan beliau memiliki jasa yang
besar dalam peperangan tersebut. Beliau juga turut serta dalam peperangan Uhud,
pada saat itu beliau tergabung dalam sayap kanan pasukan yang memegang panji
setelah Mush’ab bin Umair. Beliau juga turut serta dalam perang Khandaq. Dalam
peperangan ini beliau berhasil menewaskan jagoan Arab dan salah seorang
pemberani mereka yang sangat populer, yakni Amru bin Abdi Wud al-’Amiri. Beliau
juga turut serta dalam perjanjian Hudaibiyah dan Bai’atur Ridhwan. Beliau juga
mengikuti peperangan Khaibar. Dalam peperangan ini beliau menunjukkan aksi yang
luar biasa dan kepahlawanan yang mengagumkan.
Allah member kemenangan lewat
tangannya. Dan dalam peperangan ini beliau berhasil menewaskan Mirhab
al-Yahudi. Beliau juga turut serta dalam Umrah Qadha’. Pada saat itulah
Rasulullah saw. berkata kepadanya, “Engkau bagian dariku dan aku adalah bagian
darimu.” Adapun kisah yang banyak diceritakan oleh para qushshash (tukang
cerita) bahwa beliau pernah bertarung melawan jin di sumur Dzatul ilmi,880
sebuah sumur di dekat Juhfah, adalah kisah yang tidak ada asal-usulnya. Kisah
itu termasuk kisah yang diada-adakah oleh orang-orang jahil dan tukang cerita,
janganlah
terpedaya dengannya. Beliau juga
mengikuti penaklukan kota Makkah, peperangan Hunain dan ath-Thaif. Beliau
berperang dengan gagah berani lalu beliau berumrah bersama Rasulullah saw. dari
al-Ji’ranah. Ketika Rasulullah saw. berangkat ke Tabuk, beliau mengangkatnya
sebagai pengganti beliau di Madinah. la berkata kepada Rasulullah saw., “Wahai
Rasulullah saw. apakah engkau membiarkan aku bersama kaum wanita dan anak-anak?”
Rasulullah saw. berkata kepadanya, ” Tidakkah engkau ridha kedudukanmu di
sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada nabi
setelahku. “
Rasulullah saw. mengutusnya sebagai
amir dan hakim di negeri Yaman bersama dengan Khalid bin al-Walid. Kemudian
beliau menyusul Rasul pada haji wada’ ke Makkah dengan membawa onta korban
beliau. la bertahallul sebagaimana tahallulnya. Rasulullah saw. dan memberinya
bagian dari hewan korban beliau. Lalu ia tetap mengenakan kain ihramnya bersama
Rasulullah saw. dan menyembelih hewan korban bersama beliau setelah
menyelesaikan manasik haji. Ketika Rasulullah saw. sakit, al-Abbas berkata
kepadanya, “Tanyalah kepada Rasulullah saw. , siapakah yang berhak meme-gang
kepemimpinan setelah beliau?” Ali berkata, “Demi Allah aku tidak akan
menanyakannya kepada beliau, sebab apabila beliau melarangnya dari kita maka
orang-orang tidak akan menyerahkannya kepada kita selama-lamanya.”
Hadits-hadits yang shahih dan jelas
menunjukkan bahwa Rasulullah saw. tidak mewasiatkan jabatan kekhalifahan
kepadanya ataupun kepada selainnya. Bahkan beliau mengisyaratkan dengan
menyebut Abu Bakar. Beliau member isyarat yang dapat dipahami dan sangat jelas
sekali maksudnya. Seperti yang telah kami sebutkan dalam juz sebelumnya, alhamdulillah.
Adapun kebohongan yang dilontarkan
oleh orang-orang jahil dari kalangan Syi’ah dan tukang cerita yang bodoh bahwa
Rasulullah saw. telah mewasiatkan jabatan kekhalifahan kepada Ali jelas
merupakan sebuah kedustaan dan kebohongan yang sangat besar yang menjerumuskan
mereka ke dalam kesalahan yang sangat besar pula. Seperti tuduhan para sahabat
telah berkhianat dan bersepakat menggagalkan wasiat Rasulullah saw. dan
menahannya dari orang yang telah diberi wasiat. Lalu menyerahkannya kepada orang
lain tanpa alasan dan sebab. Setiap mukmin yang beriman kepada Allah dan
RasulNya, meyakini bahwa Dienul Islam adalah haq pasti mengetahui batil-nya
kedustaan ini. Karena para sahabat adalah sebaik-baik manusia setelah para
nabi. Mereka adalah generasi terbaik umat ini yang merupakan umat terbaik di
dunia maupun di akhirat berdasarkan nash al-Qur’an serta berda-sarkan ijma’
salaf dan khalaf, alhamdulillah.
Adapun cerita yang disampaikan oleh
orang-orang awam tukang cerita di pasar-pasar tentang wasiat-wasiat yang khusus
diberikan kepada Ali dalam hal adab (etika), akhlak, adab makan dan minum, adab
berpakaian, seperti cerita mereka, “Wahai Ali, janganlah pakai imamah (sorban)
sambil duduk. Wahai Ali, janganlah pakai celanamu sambil berdiri. Wahai Ali, janganlah
memegang tiang pintu. Dan janganlah duduk di depan pintu. Janganlah menjahit
pakaian yang sedangeng kau kenakan.” Dan wasiat-wasiat sejenis-nya. Semua itu
adalah cerita kosong yang tidak ada asal-usulnya. Bahkan termasuk dusta, bohong
dan palsu.
Kemudian, ketika Rasulullah saw.
wafat, Ali termasuk salah seorang yang memandikan, mengkafani dan mengebumikan
jenazah Rasulullah saw. Ketika Abu Bakar ash-Shiddiq dibai’at menjadi khalifah
pada hari Saqifah, Ali termasuk salah seorang yang berbai’at di masjid, seperti
yang telah kami jelaskan sebelumnya.885 Abu Bakar ash-Shiddiq dalam pandangan
Ali bin Abi Thalib ra. sama seperti para umara’ dari kalangan sahabat yang
lainnya, beliau berpandangan mentaati Abu Bakar merupakan kewajibannya dan
merupakan perkara yang paling ia sukai. Ketika Fathimah wafat enam bulan
setelah Rasulullah saw. ketika itu ia kurang puas terhadap beberapa keputusan
Abu Bakar disebabkan warisan yang tidak ia peroleh dari ayahnya. Ia belum
mengetahui nash khusus dalam masalah ini bagi para nabi, yakni mereka tidak
mewariskan harta warisan kepada sanak famili.
Ketika hal itu sampai kepadanya ia
me-minta kepada Abu Bakar agar mengangkat suaminya sebagai pengawas sedekah
(harta warisan) tersebut, akan tetapi Abu Bakar menolaknya. Maka ia terus
memendam ketidakpuasan terhadap Abu Bakar seperti yang telah kami jelaskan
terdahulu. Maka Ali berusaha mengambil hati istrinya. Setelah Fathimah wafat,
Ali memperbaharui kembali bai’atnya kepada Abu Bakar ash-Shiddiq Ketika Abu
Bakar wafat lalu Umar memegang jabatan khalifah atas dasar wasiat Abu Bakar
kepadanya, Ali bin Abi Thalib ra. termasuk salah seorang sahabat yang membai’at
Umar. Ali selalu bersama Umar dan memberikan masukan positif kepadanya.
Disebutkan bahwa Umar memintanya menjadi qadhi (hakim) pada masa
kekhalifahannya. Beliau menyertai Umar bersama para tokoh dari kalangan sahabat
ke negeri Syam dan menghadiri khutbah Umar di al-Jabiyah.
Ketika Umar ditikam dan beliau
menyerahkan urusan musyarawah kepada enam orang sahabat, salah seorang di
antaranya adalah Ali bin Abi Thalib ra. Lalu mereka menetapkan dua orang calon,
yaitu Utsman dan Ali. Lalu Utsman terpilih menjadi khalifah. Namun begitu, Ali
tetap mendengar dan taat kepada Utsman.
Sebagai Khalifah
Peristiwa pembunuhan terhadap Khalifah
Utsman bin Affan mengakibatkan kegentingan di seluruh dunia Islam yang waktu
itu sudah membentang sampai ke Persia dan Afrika Utara. Pemberontak yang waktu
itu menguasai Madinah tidak mempunyai pilihan lain selain Ali bin Abi Thalib
sebagai khalifah, waktu itu Ali berusaha menolak, tetapi Zubair bin Awwam dan
Talhah bin Ubaidillah memaksa beliau, sehingga akhirnya Ali menerima bai'at
mereka. Menjadikan Ali satu-satunya Khalifah yang dibai'at secara massal,
karena khalifah sebelumnya dipilih melalui cara yang berbeda-beda.
Sebagai Khalifah ke-4 yang
memerintah selama sekitar 5 tahun. Masa pemerintahannya mewarisi kekacauan yang
terjadi saat masa pemerintah Khalifah sebelumnya, Utsman bin Affan. Untuk
pertama kalinya perang saudara antara umat Muslim terjadi saat masa
pemerintahannya, Perang Jamal. 20.000 pasukan pimpinan Ali melawan 30.000
pasukan pimpinan Zubair bin Awwam, Talhah bin Ubaidillah, dan Ummul mu'minin
Aisyah binti Abu Bakar, janda Rasulullah. Perang tersebut dimenangkan oleh
pihak Ali.
Peristiwa pembunuhan Khalifah Utsman
bin Affan yang menurut berbagai kalangan waktu itu kurang dapat diselesaikan
karena fitnah yang sudah terlanjur meluas dan sudah diisyaratkan (akan terjadi)
oleh Nabi Muhammad SAW ketika beliau masih hidup, dan diperparah oleh
hasutan-hasutan para pembangkang yang ada sejak zaman Utsman bin Affan,
menyebabkan perpecahan di kalangan kaum muslim sehingga menyebabkan perang
tersebut. Tidak hanya selesai di situ, konflik berkepanjangan terjadi hingga
akhir pemerintahannya. Perang Shiffin yang melemahkan kekhalifannya juga
berawal dari masalah tersebut.
Petikan Kata-kata Mutiara Ali bin
Abi Thalib
Ibnu Abid Duniya918 meriwayatkan
bahwa Ali bin al-Ja’d meriwayatkan kepada kami, ia berkata, “Amru bin Syimr
menceritakan kepada kami, ia berkata, Ismail as-Suddi berkata, Aku mendengar
Abu Arakah berkata, ‘Aku pernah mengerjakan shalat fajar bersama Ali bin Abi
Thalib ra. . Setelah ber-geser ke kanan beliau duduk sejenak seolah beliau
sedang berduka. Ketika matahari meninggi di atas dinding masjid sejauh satu
tombak beliau bangkit dan mengerjakan shalat dua rakaat. Kemudian beliau
membalikkan tangan lalu berkata, ‘Demi Allah aku telah melihat sahabat Muhammad
, namun sekarang aku tidak melihat seorangpun yang menyerupai mereka. Mereka
mengerjakan shalat fajar dengan wajah coklat, rambut acak-acakan dan berdebu,
di antara kedua mata mereka terdapat bekas kapalan (kulit yang mengeras) karena
mereka melalui malam dengan sujud dan berdiri karena Allah. Mereka membaca
Kitabullah, berdiri silih berganti antara dahi dan telapak kaki mereka. Pagi
harinya mereka berdzikir mengingat Allah, mereka bergoyang seperti goyangnya
pepohonan pada hari angin kencang. Air mata mereka berlinang hingga pakaian
mereka basah.
Demi Allah, seolah-olah orang sekarang
melewati malam dalam keadaan lalai.’ Kemudian beliau bangkit dan tidak pernah
terlihat beliau berhenti ibadah dan tertawa hingga musuh Allah, al-Fasiq Ibnu
Muljam, membunuh beliau.” Waki’ meriwayatkan dari Amru bin Munabbih dari Aufa
bin Dalham dari Ali bin Abi Thalib bahwa beliau berkata, “Tuntutlah ilmu
niscaya kamu akan dikenal karenanya. Amalkanlah ilmu niscaya kamu akan menjadi
ahlinya.
Sebab akan datang satu zaman suatu
saat nanti yang mana sembilan puluh persen dari kebenaran akan diingkari. Tidak
akan selamat darinya kecuali setiap nuwamah yang memberantas penyakit.
Merekalah imam di atas hidayah dan lentera ilmu, bukan orang yang sembrono dan
madzayi’ budzur.”
Kemudian beliau berkata,
“Sesungguhnya dunia telah pergi berlalu dan akhirat akan datang menyongsong.
Masing-masing memiliki anak. Jadilah kamu anak akhirat dan janganlah menjadi
anak dunia. Ketahuilah, sesungguhnya orang zuhud di dunia adalah yang
menjadikan bumi sebagai tikarnya, tanah sebagai pembaringannya, air sebagai
wewangiannya. Ketahuilah, barangsiapa rindu kepada akhirat maka ia akan menahan
diri dari syahwat. Barangsiapa takut kepada api neraka maka ia akan
meninggalkan perkara haram. Barangsiapa mengejar surga maka ia akan segera
berbuat taat. Barangsiapa zuhud di dunia maka akan. terasa ringan musibah
baginya. Ketahuilah, sesungguhnya Allah memiliki hambahamba yang seakan-akan
mereka melihat penduduk surga kekal di dalam surge dan melihat penduduk neraka
diadzab di dalam-nya.
Keburukan mereka dapat diamankan,
hati mereka senantiasa bersedih, diri mereka selalu terpelihara kesuciannya,
kebutuhan mereka sedikit, mereka sabar melalui hari-hari yang tinggal sedikit
dan pergi untuk memperoleh ketenangan abadi di akhirat. Pada malam hari mereka
merapatkan kaki-kaki mereka dalam barisan shalat, air mata mereka mengalir di
pipi mereka, mereka merintih memohon kepada Rabb mereka seraya berkata, ‘Ya
Rabbi, ya Rabbi!’
Mereka meminta pembebasan diri
mereka (dari api neraka). Siang hari mereka adalah ulama yang santun, orang
baik lagi bertakwa. Seolah-olah mereka tonggak yang dilihat oleh orang-orang
sembari berkata, ‘Orang sakit!’ Padahal mereka bukanlah orang yang sakit’.”
Waki’ meriwayatkan dari Amru bin
Munabbih dari Aufa bin Dal-ham, ia berkata, “Pada suatu hari Ali berkhutbah, ia
berkata dalam khutbahnya, ‘Amma ba’du, sesungguhnya dunia akan segera pergi dan
mengucapkan selamat tinggal. Dan sesungguhnya akhirat akan segera tiba dan
mengucapkan selamat datang. Sesungguhnya start pada hari ini dan finish pada
esok hari. Ketahuilah, sesungguhnya kalian hidup pada masa-masa penuh harapan,
di hadapannya telah menunggu ajal. Barangsiapa menyia-nyiakan masa harapannya
sebelum ajal tiba berarti sia-sialah amalnya. Beramallah hanya karena Allah pada
saat senang sebagaimana kamu beramal pada saat takut. Ketahuilah, belum pernah
aku melihat seperti surga, orang-orang yang ingin mengejarnya malah terlelap.
Dan belum pernah aku melihat seperti
neraka, orang-orang yang ingin lari darinya malah terlena. Ketahuilah,
sesungguhnya kalian telah diperintahkan untuk berangkat dan telah ditunjukkan
perbekalan kepadamu. Ketahuilah wahai hadirin sekalian, sesungguhnya dunia
adalah materi yang telah tersedia, yang dapat dinikmati oleh orang baik dan
orang jahat. Dan sesungguhnya akhirat adalah janji yang benar. Raja Yang
Mahakuasa akan menjatuhkan hukumNya. Ketahuilah, sesungguhnya setan
menakut-nakuti kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat jahat, sedang
Allah menjanjikan untukmu ampunan dan karunia.
Dan Allah Maha luas karuniaNya dan
Maha Mengetahui. Wahai sekalian manusia, berbuat baiklah sepanjang usiamu dan
jagalah masa depanmu. Karena Allah telah menjanjikan surga bagi yang
mentaatiNya dan mengancam dengan neraka terhadap orang yang mendurhakaiNya.
Neraka yang tidak pernah tenang gejolaknya, tidak akan bisa lari tawanannya dan
tidak akan dapat diperbaiki siapa saja yang hancur di dalamnya. Panasnya sangat
tinggi, lubang-nya sangat dalam dan airnya adalah nanah. Sesungguhnya perkara
yang sangat aku takutkan atas kamu adalah mengikuti hawa nafsu dan panjang
angan-angan.”
Dalam riwayat lain disebutkan,
“Sesungguhnya mengikuti hawa nafsu dapat menghalanginya dari kebenaran dan
panjang angan-angan dapat mem-buatnya lupa akhirat.”
Nash Wasiat Ali bin Abi Thalib
“Dengan menyebut nama Allah Yang
Maha Pengasih lagi Maha Penya-yang, ini adalah wasiat Ali bin Abi Thalib ra.,
bahwasanya dia bersaksi tiada ilah yang berhak disembah selain Allah semata
tiada sekutu bagiNya. Dan bahwasanya Muhammad adalah hamba dan utusanNya. Yang
telah mengutusnya dengan membawa hidayah dan dien yang haq agar mengatasi
segala agama walaupun orang-orang musyrikin benci. Kemudian setelah itu,
sesungguhnya shalatku, ibadahku (yakni penyembelihan korban), hidupku dan
matiku hanyalah untuk Allah Rabb semesta alam, tiada sekutu bagiNya, demikian
itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku termasuk seorang muslim.
Aku wasiatkan kepadamu hai Hasan,
juga kepada seluruh putera-puteri, istri-istriku dan siapa saja yang sampai
kepadanya wasiatku ini agar bertakwa kepada Allah dan janganlah sekali-kali
kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. Berpegang teguhlah kalian
seluruhnya dengan tali Allah dan janganlah berpecah belah, sesungguhnya aku
mendengar Abul Qasim s|i bersabda, “Sesungguhnya mendamaikan dua pihak yang
berselisih lebih utama daripada banyak ibadah shalat dan puasa.“
Perhatikanlah hak-hak karib
kerabatmu, sambunglah tali silaturahim dengan mereka niscaya Allah akan
meringankan hisabmu. Jagalah hak-hak anak yatim! Jangan sampai mulut mereka
tidak berisi makanan (jangan sampai mereka kelaparan). Janganlah mereka
terlantar di hadapan kalian. Peliharalah hak-hak tetanggamu, sesungguhnya nabi
kalian telah berwasiat agar berbuat baik kepada tetangga. Beliau senantiasa
mewasiatkannya se-hingga kami mengira beliau akan memberi hak waris bagi
tetangga. Jagalah hak-hak al-Qur’an, janganlah kalian didahului orang lain
dalam mengamal-kannya. Jagalah ibadah shalat, karena shalat adalah tiang agama
kalian. Jagalah hak-hak rumah Rabb kalian (masjid), janganlah sampai kosong
selama kalian masih hidup. Sesungguhnya apabila kalian meninggalkannya niscaya
kalian tidak akan dihiraukan. Peliharalah ibadah bulan Ramadhan. Karena
berpuasa pada bulan Ramadhan adalah perisai dari api neraka. Peliharalah jihad
fi sabilillah dengan harta dan jiwa raga kalian. Jagalah pembayaran zakat,
karena zakat dapat memadamkan kemarahan Ar-Rabb. Jagalah hak-hak orang yang
dilindungi oleh nabi kalian, janganlah mereka dizhalimi dihadapan kalian.
Jagalah hak-hak sahabat nabi kalian, sesungguhnya Rasulullah saw. telah
mewasiatkan agar menjaga hak-hak mereka. Jagalah hak-hak kaum faqir miskin,
berilah mereka dari sebagian rezeki kalian. Jagalah hak-hak budak yang kalian
miliki, karena itulah pesan terakhir yang disampaikan oleh Rasulullah saw.
beliau bersabda, “Aku mewasiatkan agar kalian memperhatikan dua manusia yang
letnah, yakni wanita dan budak-budak yang kalian miliki.“
Jagalah ibadah shalat, jagalah
ibadah shalat, janganlah kalian takut terhadap celaan orang-orang yang suka
mencela dalam menegakkan agama Allah niscaya kalian akan terhindar dari
kejahatan orang-orang yang bermak-sud jahat kepadamu dan ingin berlaku
semena-mena terhadapmu. Berkatalah kepada manusia dengan perkataan yang baik
seperti yang telah Allah perin-tahkan kepadamu. Janganlah kalian tinggalkan
amar ma’ruf nahi mungkar, jika tidak maka orang-orang yang jahat akan berkuasa
atas kalian sehingga doa kalian tidak dikabulkan. Hendaklah kalian saling
menyambung ikatan dan saling memberi, dan hindarilah saling membelakangi,
saling memutus hubungan dan berpecah belah. Bertolongtolonganlah kamu dalam
kebaikan dan ketakwaan, janganlah bertolong-tolongan dalam perbuatan dosa dan
pelanggaran. Bertakwalah kepada Allah sesungguhnya Allah Mahakeras siksaNya. Semoga
Allah menjaga kalian dari dan semoga Allah menjaga nabi kalian di tengah-tengah
kalian, aku ucapkan selamat berpisah wassalamu ‘alaikum iva rahmatullah.”
Wafat
Amirul Mukminin menghadapi masalah
yang berat, kondisi negara saat itu tidak stabil, pasukan beliau di Iraq dan di
daerah lainnya membang-kang perintah beliau, mereka menarik diri dari pasukan.
Kondisi di wilayah Syam juga semakin memburuk. Penduduk Syam tercerai berai ke
utara dan selatan. Setelah peristiwa tahkim penduduk Syam menyebut Mu’awiyah
sebagai amir. Seiring bertambahnya kekuatan penduduk Syam semakin lemah pula
kedudukan penduduk Iraq. Padahal amir mereka adalah Ali bin Abi Thalib ra.
sebaik-baik manusia di atas muka bumi pada zaman itu, beliau yang paling taat,
paling zuhud, paling alim dan paling takut kepada Allah. Namun walaupun
demikian, mereka meninggalkannya dan membiarkannya seorang diri. Padahal Ali
telah memberikan hadiah-hadiah yang melimpah dan harta-harta yang banyak.
Begitulah perlakuan mereka terhadap beliau, hing-ga beliau tidak ingin hidup
lebih lama dan mengharapkan kematian.
Karena banyaknya fitnah dan
merebaknya pertumpahan darah. Beliau sering berkata, ” Apakah gerangan yang
menahan peristiwa yang dinanti-nanti itu? Mengapa ia belum juga terbunuh?”
Kemudian beliau berkata, “Demi Allah, aku akan mewarnai ini sembari menunjuk
jenggot beliau- dari sini!” -sembari menunjuk kepala beliau.
Kronologis Terbunuhnya Ali
Ibnu Jarir dan pakar-pakar sejarah
lainnya menyebutkan bahwa tiga orang Khawarij berkumpul, mereka adalah
Abdurrahman bin Amru yang dikenal dengan sebutan Ibnu Muljam al-Himyari
al-Kindi sekutu Bani Jaba-lah dari suku Kindah al-Mishri, al-Burak bin Abdillah
at-Tamimi dan Amru bin Bakr at-Tamimi. Mereka mengenang kembali perbuatan Ali
bin Abi Thalib ra. yang membunuh teman-teman mereka di Nahrawan, mereka
memo-hon rahmat buat teman-teman mereka itu. Mereka berkata, “Apa yang kita
lakukan sepeninggal mereka? Mereka adalah sebaik-baik manusia dan yang paling
banyak shalatnya, mereka adalah penyeru manusia kepada Allah. Mereka tidak
takut celaan orang-orang yang suka mencela dalam menegakkan agama Allah.
Bagaimana kalau kita tebus diri kita lalu kita da tangi pemimpin-pemimpin yang
sesat itu kemudian kita bunuh mereka sehingga kita membe-baskan negara dari kejahatan
mereka dan kita dapat membalas dendam atas kematian teman-teman kita.”
Ibnu Muljam berkata, “Aku akan
menghabisi Ali bin Abi Thalib ra.!”
Al-Burak bin Abdillah berkata, “Aku
akan menghabisi Mu’awiyah bin Abi Sufyan.”
Amru bin Bakr berkata, “Aku akan
menghabisi Amru bin al-Ash.” Merekapun berikrar dan mengikat perjanjian untuk
tidak mundur dari niat semula hingga masing-masing berhasil membunuh targetnya
atau terbunuh. Merekapun mengambil pedang masing-masing sambil menyebut nama
sahabat yang menjadi targetnya. Mereka sepakat melakukannya serempak pada
tanggal 17 Ramadhan tahun 40 H. Kemudian ketiganya berangkat menuju tempat
target masing-masing.
Adapun Ibnu Muljam berangkat ke
Kufah. Setibanya di sana ia menyembunyikan identitas, hingga terhadap teman-temannya
dari kalangan Khawarij yang dahulu bersamanya. Ketika ia sedang duduk-duduk
bersama beberapa orang dari Bani Taim ar-Ribab, mereka mengenang teman-teman
mereka yang terbunuh pada peperangan Nahrawan. Tiba-tiba datanglah seorang
wanita bernama Qatham binti Asy-Syijnah, ayah dan abangnya dibunuh oleh Ali
pada peperangan Nahrawan. La adalah wanita yang sangat cantik dan populer. Dan
ia telah mengkhususkan diri beribadah dalam masjid jami’. Demi melihatnya Ibnu
Muljam mabuk kepayang. Ia lupa tujuannya datang ke Kufah. Ia meminang wanita
itu. Qatham mensyaratkan mahar tiga ribu dirham, seorang khadim, budak wanita
dan membunuh Ali bin Abi Thalib ra. untuk dirinya. Ibnu Muljam berkata, “Engkau
pasti mendapatkannya, demi Allah tidaklah aku datang ke kota ini melainkan
untuk membunuh Ali.”
Lalu Ibnu Muljam menikahinya dan
berkumpul dengannya. Kemudian Qathami mulai mendorongnya untuk melaksanakan
tugasnya itu. Ia meng-utus seorang lelaki dari kaumnya bernama Wardan, dari
Taim Ar-Ribab, untuk menyertainya dan melindunginya. Lalu Ibnu Muljam juga
menggaet seorang lelaki lain bernama Syabib bin Bajrah al-Asyja’i al-Haruri.
Ibnu Muljam berkata kepadanya, “Maukah kamu memperoleh kemuliaan dunia dan
akhirat?” “Apa itu?” Tanyanya. “Membunuh Ali!” Jawab Ibnu Muljam. Ia berkata,
“Celaka engkau, engkau telah mengatakan perkara yang sangat besar! Bagaimana
mungkin engkau mampu membunuhnya?” Ibnu Muljam berkata, “Aku mengintainya di
masjid, apabila ia keluar untuk mengerjakan shalat subuh, kita mengepungnya dan
kita membunuhnya. Apabila berhasil maka kita merasa puas dan kita telah
membalas dendam. Dan bila kita terbunuh maka apa yang tersedia di sisi
Allah lebih baik dari-pada dunia.” Ia berkata, “Celaka engkau, kalaulah orang
itu bukan Ali tentu aku tidak keberatan melakukannya, engkau tentu tahu
senioritas beliau dalam Islam dan kekerabatan beliau dengan Rasulullah saw.
Hatiku tidak terbuka untuk membunuhnya.”
Ibnu Muljam berkata, “Bukankah ia
telah membunuh teman-teman kita di Nahrawan?”
“Benar!” jawabnya. “Marilah kita
bunuh ia sebagai balasan bagi teman-teman kita yang telah dibunuhnya” kata Ibnu
Muljam. Beberapa saat kemudian Syabib menyambutnya. Masuklah bulan
Ramadhan. Ibnu Muljam membuat kesepakatan dengan teman-temannya pada malam
Jum’at 17 Ramadhan. Ibnu Muljam berkata, “Malam itulah aku membuat kesepakatan
dengan teman-temanku untuk membunuh target masing-masing. Lalu mulailah ketiga
orang ini bergerak, yakni Ibnu Muljam, Wardan dan Syabib, dengan menghunus
pedang masing-masing. Mereka duduk di hadapan pintu yang mana Ali biasa keluar
dari-nya. Ketika Ali keluar, beliau membangunkan orang-orang untuk shalat
sembari berkata, “Shalat….shalat!” Dengan cepat Syabib menyerang dengan
pedang-nya dan memukulnya tepat mengenai leher beliau. Kemudian Ibnu Muljam menebaskan
pedangnya ke atas kepala beliau. Darah beliau mengalir mem-basahi jenggot
beliau . Ketika Ibnu Muljam menebasnya, ia berkata, “Tidak ada hukum kecuali
milik Allah, bukan milikmu dan bukan milik teman-temanmu, hai Ali!” Ia membaca
firman Allah:
“Dan di antara manusia ada orang
yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha
Penyantun kepada hamba-hambaNya.” (Al-Baqarah: 207).
Ali berteriak, “Tangkap mereka!”
Adapun Wardan melarikan diri namun berhasil dikejar oleh seorang lelaki dari
Hadhramaut lalu membunuhnya. Adapun Syabib, berhasil menye-lamatkan diri dan
selamat dari kejaran manusia. Sementara Ibnu Muljam berhasil ditangkap. Ali
menyuruh Ja’dah bin Hubairah bin Abi Wahab untuk mengimami Shalat Fajar. Ali
pun dibopong ke rumahnya. Lalu digiring pula Ibnu Muljam kepada beliau dan
dibawa kehadapan beliau dalam keadaan dibelenggu tangannya ke belakang pundak,
semoga Allah memburukkan rupanya. Ali berkata kepadanya,” Apa yang mendorongmu
melakukan ini?” Ibnu Muljam berkata, “Aku telah mengasah pedang ini selama
empat puluh hari. Aku memohon kepada Allah agar aku dapat membunuh dengan
pedang ini makhlukNya yang paling buruk!”
Ali berkata kepadanya, “Menurutku
engkau harus terbunuh dengan pedang itu. Dan menurutku engkau adalah orang yang
paling buruk.” Kemudian beliau berkata, “Jika aku mati maka bunuhlah orang ini,
dan jika aku selamat maka aku lebih tahu bagaimana aku harus memperlakukan
orang ini!”
Pemakaman Jenazah Ali bin Abi
Thalib
Setelah Ali wafat, kedua puteranya
yakni al-Hasan dan al-Husein memandikan jenazah beliau dibantu oleh Abdullah
bin Ja’far. Kemudian jenazahnya dishalatkan oleh putera tertua beliau, yakni
al-Hasan. Al-Hasan bertakbir sebanyak sembilan kali. Jenazah Ali dimakamkan di
Darul Imarah di Kufah, karena kekhawa-tiran kaum Khawarij akan membongkar makam
beliau. Itulah yang masyhur. Adapun yang mengatakan bahwa jenazah beliau
diletakkan di atas kendaraan beliau kemudian dibawa pergi entah ke mana
perginya maka sungguh ia telah keliru dan mengada^ada sesuatu yang tidak
diketahuinya. Akal sehat dan syariat tentu tidak membenarkan hal semacam itu.
Adapun keyakinan mayoritas kaum Rafidhah yang jahil bahwa makam beliau terletak
di tempat suci Najaf, maka tidak ada dalil dan dasarnya sama sekali. Ada yang
mengatakan bahwa makam yang terletak di sana adalah makam al-Mughirah bin
Syu’bah . Al-Khathib al-Baghdadi meriwayatkan dari al-Hafizh Abu Nu’aim dari
Abu Bakar Ath-Thalahi dari Muhammad bin Abdillah al-Hadhrami al-Hafizh
Muthayyin, bahwa ia berkata, “Sekiranya orang-orang Syi’ah menge-tahui makam
siapakah yang mereka agung-agungkan di Najaf niscaya mereka akan lempari dengan
batu. Sebenarnya itu adalah makam al-Mughirah bin Syu’bah.
Al-Hafizh Ibnu Asakir meriwayatkan
dari al-Hasan bin Ali, ia berkata, “Aku mengebumikan jenazah Ali di kamar
sebuah rumah milik keluarga ja’dah.” Abdul Malik bin Umair bercerita, “Ketika
Khalid bin Abdullah meng-gali pondasi di rumah anaknya bernama Yazid, mereka
menemukan jenazah seorang Syaikh yang terkubur di situ, rambut dan jenggotnya
telah memutih. Seolah jenazah itu baru dikubur kemarin. Mereka hendak
membakarnya, namun Allah memalingkan niat mereka itu. Mereka membungkusnya
dengan kain Qubathi, lalu diberi wewangian dan dibiarkan terkubur di tempat
semu-la. Tempat itu berada dihadapan pintu al-Warraqin setelah kiblat masjid di
rumah tukang sepatu. Hampir tidak pernah seorang pun bertahan di tempat itu
melainkan pasti akan pindah dari situ.
Diriwayatkan dari Ja’far bin
Muhammad ash-Shadiq, ia berkata, “Jenazah Ali dishalatkan pada malam hari dan
dimakamkan di Kufah, tem-patnya sengaja dirahasiakan, namun yang pasti di dekat
gedung imarah (istana kepresidenan).”
Ibnu Kalbi berkata, “Turut mengikuti
proses pemakaman jenazah Ali pada malam itu al-Hasan, al-Husain, Ibnul Hanafiyyah,
Abdullah bin Ja’far dan keluarga ahli bait beliau yang lainnya. Mereka
memakamkannya di dalam kota Kufah, mereka sengaja merahasiakan makam beliau
karena kekhawa-tiran terhadap kebiadaban kaum Khawarij dan kelompok-kelompok
lainnya.
Tanggal Terbunuhnya Ali bin Abi
Thalib
Ali ra, terbunuh pada malam Jum’at
waktu sahur pada tanggal 17 Ramadhan tahun 40 H. Ada yang mengatakan pada bulan
Rabi’ul Awwal. Namun pendapat pertama lebih shahih dan populer.Ali ditikam pada
hr Jum’at 17 Ramadhan tahun 40 H, tanpa ada perselisihan. Ada yang
mengatakan beliau wafat pada hari beliau ditikam, ada yang mengatakan pada hari
Ahad tanggal 19 Ramadhan. Al-Fallas berkata, “Ada yang mengatakan, beliau
ditikam pada malam dua puluh satu Ramadhan dan wafat pada malam dua puluh empat
dalam usia 58 atau 59 tahun.”
Sumber:
http://biografi.rumus.web.id/2010/09/biografi-ali-bin-abi-thalib.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar